Hubungan antara Filsafat dengan Sastra

Lalitya Nada T.
1506681626

Sastra dan filsafat merupakan sesuatu yang berdampingan dan saling melengkapi. Dimana sastra sama-sama mebicarakan dunia manusia. Demikian juga filsafat menekankan pada usaha untuk mempertanyakan dan hakikat keberadaan manusia. Jika dilihat dua disiplin ilmu ini memiliki objek yang sama yaitu manusia. Secara asasi, baik karya sastra maupun filsafat, sebenarnya merupakan refleksi pengarang atas keberadaan manusia. Hanya, jika karya sastra merupakan refleksi evaluatif, maka filsafat merupakan refleksi kritis. Apa yang diungkapkan filsafat adalah catatan kritis yang awal dan akhirnya ditandai dengan pertanyaan radikal yang menyangkut hakikat dan keberadaan manusia. Itulah, di antaranya, yang membedakan karya sastra dan filsafat. Filsafat akan bermakna dalam sastra kalau sastra diisi dengan nilai-nilai filsafat. Jadi disini sastra berfungsi mengkomunikasikan nilai-nilai tersebut sedemikian rupa berdasarkan karakter sastra. Sastra mengandung unsur hiburan sehingga nikmat dibaca. Keuntungan filsafat dengan sastra yaitu pemikiran kefilsafatan jadi tidak terasa. Sastra tidak menggurui, sangat  berbeda dengan filsafat yang murni.
Jika sastra dan filsafat bekerja sama maka keduanya akan mendapat keuntungan jadi sastra tidak kering dari nilai-nilai kehidupan. Objek dari filsafat realitas kehidupan yang penuh makna atau pemaknaan terhadap kehidupan itu sendiri. Sastra akan lebih berisi tidak hanya hasil khayalan tanpa bobot tapi menjadi rekayasa bahasa sehingga mengandung nilai edukatif yang mengandung nilai kehidupan. Sastra dan filsafat bisa membawa kehidupan sosial lebih bermakna.
Masalah hubungan sastra dan filsafat sesungguhnya bukanlah masalah baru. Sejak manusia mengenal cerita-cerita mitologis, sejak iu pula sesungguhnya hubungan sastra dengan filsafat  dalam pengertian yang lebih luas sulit dipisahkan. Seperti halnya cerita klasik semacam Mahabharata, Ramayana, karya sastra atau karya filsafat; karya filsafat yang disuguhkan dalam bentuk karya sastra dan  karya sastra yang berisi ajaran-ajaran filsafat.
Tentulah kita masih dapat menyebut sejumlah karya sastra lainnya yang secara tematik memperlihatkan gagasan filsafat tertentu yang dianut atau yang sengaja disodorkan pengarangnya. Hal tersebut tidak hanya mempertegas, betapa sastra dan filsafat begitu erat hubungannya, tetapi juga tidak sedikit filsuf yang secara sadar menyam-paikan gagasan filsafatnya dengan mengemasnya ke dalam bentuk karya sastra.
Namun, tetap ada beberapa sastrawan yang terbawa oleh hasrat besarnya untuk berfilsafat dan mengabaikan nilai estetika kesastraan, dan hasilnya, karyanya akan lebih mirip karya filsafat daripada karya sastra. Akibatnya, karya itu akan kehilangan daya tarik dan gregetnya sebagai karya sastra, karena ia lebih mementingkan gagasan filsafatnya daripada nilai estetiknya.
Begitulah, betapapun karya sastra berbeda dengan filsafat, dalam semua karya sastra yang bermutu akan selalu terkandung nilai-nilai filsafat, entah menyangkut sikap dan pandangan hidup tokoh yang digambarkannya atau tema karya sastra itu sendiri. Semakin bermutu karya sastra itu, semakin mendalam pula kandungan filsafatnya. Oleh sebab itu, dalam karya sastra yang agung, nilai-nilai filsafat yang dikandungnya akan terasa lebih mendalam dan kaya. Sangat wajar jika kemudian orang mencoba mencari nilai-nilai filsafat pada karya sastra yang agung, dan bukan pada karya sastra picisan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsuf Yunani Kuno : Thales, Anaximander, Anaximenes

Pemikiran Thales

Filsafat Modern : Pemikiran Idealisme