Pemikiran Al-Ghazali yang Mengkritik Pemikiran Filsuf Lain
Pemikiran
Al-Ghazali yang Mengkritik Pemikiran Filsuf Lain
PFPM Kelas A
Nama: Munnazakiyatul Hayati (1506753770)
Imam Al-Ghazali
merupakan salah satu ulama dan filsuf pada abad pertengahan, yang pernah
mengkritik pemikiran dari Ibnu Rusyd yang juga merupakan seorang filsuf.
Keduanya merupakan seorang filsuf yang beragama islam. Mereka saling mengkritik
pemikiran-pemikiran mereka satu sama lain. Salah satu contohnya adalah kritikan
Al-Ghazali terhadap para filsuf muslim yang dianggap kufur oleh Al-Ghazali,
karena pemikiran-pemikiran dari dua tokoh Neo-Platonisme muslim yaitu Al-Farabi
dan Ibnu Rusyd yang pemikirannya berisikan, pertama, pemikiran bahwa aliran
alam tidak bermula (qadim), kedua, pemikiran bahwa Tuhan tidak memiliki
perincian sesuatu (juz’iyat) yang terjadi di alam, ketiga, pengingkaran
terhadap kebangkitan jasmani (hasyr al-jasad) di akhirat.
Para pemikir Yunani seperti
Aristoteles berpendapat bahwa Alam ini tidak bermula (qadim), yang kemudian
pemikirannya tersebut diikuti oleh dua filsuf muslim yang bernama Al-Farabi dan
Ibnu Rusyd. Al-Ghazali menjawab pemahaman tersebut dengan mengatakan bahwa
kehendak Allah adalah mutlak, yang artinya bisa memilih waktu-waktu tertentu,
tanpa ditanyakan sebab karena sebabnya hanya Kehendak-Nya. Jika masih
ditanyakan sebabnya, maka kehendak Tuhan itu menjadi terbatas tidak lagi bebas.
Dan Al-Ghazali berpendapat bahwa Tuhan sudah ada sebelum adanya alam, sehingga
saat alam ada, Tuhan pun ada bersama hadirnya alam. Selanjutnya menurut
Al-Ghazali alam itu bukan suatu sistem yang dapat berdiri sendiri, bebas dari
lainnya, bergerak, tumbuh, berkembang dengan sendirinya, melainkan bertopang
kepada Allah. Karena Dialah yang mencipta, menahan, mengendalikan,
menghidupkan, dan mematikan segala sesuatu.
Pendapat filsuf lainnya mengatakan
bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang kecil. Sama halnya seperti ilmu yang
berubah sesuai dengan apa yang diketahui, dengan kata lain perubahan perkara
yang diketahui menyebabkan perubahan ilmu. Perubahan ilmu bisa dari tahu
menjadi tahu atau sebaliknya, yang berarti bahwa Tuhan juga mengalami
perubahan. Hal tersebut dibalas oleh Al-Ghazali dengan pendapatnya bahwa dengan
segala sifat-sifat Tuhan, Tuhan memiliki pengetahuan yang Azali, abadi, dan
tidak berubah-ubah seperti ilmu yang bisa saja berubah. Jadi, bisa dikatakan
bahwa ilmu dan Tuhan adalah hal yang berbeda, jika terjadi perubahan dalam
ilmu, maka Zat Tuhan tetap berada dalam keadaan-Nya dan tidak berubah.
Terakhir adalah para filsuf
berkeyakinan bahwa alam akhirat adalah alam keruhanian, bukan materil, karena
perkara keruhanian itu lebih tinggi dibandingkan materil. Oleh karena itu
pikiran tidak mengharuskan adanya kebangkitan jasmani, kelezatan atau siksaan
jasmani, bahkan surga atau neraka. Menurut mereka juga mustahil bahwa jasad
manusia yang mati sudah hancur, terurai menjadi bahan makanan, dan menjadi
bagian dari tubuh hewan lain, tumbuhan lain, atau bahkan manusia yang lain,
bisa tumbuh seperti semula. Al-Ghazali membalasnya dengan berpendapat bahwa
manusia tetap wujud sesudah mati, karena ia merupakan substansi yang berdiri
sendiri. Lalu pendapatnya itu dikuatkan dengan menunjuk Surah Yasin ayat 78 dan
79 yang artinya “ia berkata: “siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang
yang telah hancur luluh?, katakanlah: “ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang
menciptakannya pertama kali”.
Pendapat-pendapat dari Imam
Al-Ghazali bisa dikatakan merupakan kritikan terhadap dua filsuf muslim yaitu
Al-Farabi dan Ibnu Rusyd. Bisa dilihat bahwa Al-Ghazali memiliki pendapat yang
berbeda dengan kedua filsuf tersebut. Kemudian setelah Imam Al-Ghazali memberikan
pendapat-pendapatnya tersebut. Ibnu Rusyd memberikan pembelaan atas
pemikiran-pemikirannya.
Sumber: www.anekamakalah.com.
http://www.anekamakalah.com/2012/04/al-ghazali-versus-ibnu-rusyd-metafisika.html.
Diakses pada 28 Maret 2017.
Komentar
Posting Komentar