William of Ockham: Filsuf Abad Pertengahan
William of Ockham: Filsuf Abad Pertengahan
Annisa Rifa Z (1506752194)
William of Ockham
(1285-1347) merupakan seorang filsuf Inggris dari abad pertengahan.
Ia terkenal sebagai bapak Nominalisme dan penggagas prinsip Occam’s
Razor (Pisau Ockham).
Prinsip ini juga disebut
sebagai prinsip reduksionisme
metodologis.
Seperti
banyak
filsuf abad pertengahan lainnya,
ia
merupakan seorang pastur. Ia belajar teologi di Universitas Oxford,
kemungkinan di bawah bimbingan John Duns Scotus. Setelah
menyelesaikan studinya, ia mengajar logika dan filsafat di sebuah
sekolah Fransiskan dari tahun 1321 sampai 1324. Pemikiran-pemikiran
filosofis Ockham menimbulkan konflik antara dirinya dengan gereja. Pada
1324 ia diadili oleh pengadilan gereja di Avignon atas dasar
penistaan. Pada 1328 ia kabur ke Pisa, Italia bersama beberapa pastur
lain untuk menghindari penangkapan, dan akhirnya menetap di sebuah
biara Fransiskan di Munich, Jerman sampai akhir hayatnya.
Prinsip
Occam’s Razor
adalah ‘aturan
hemat’ yang menyatakan bahwa bila terdapat beberapa penjelasan bagi
sebuah
fenomena, penjelasan yang paling sederhana dan
paling dapat dijelaskan adalah
yang paling mungkin benar. Ockham menggunakan perumpamaan
‘pisau’ untuk memotong penjelasan yang tidak penting seperti
pisau cukur mencukur rambut berlebih. Sesungguhnya
Ockham bukan filsuf pertama yang menggunakan prinsip ini, namun ia
menyebutnya dalam karya-karyanya sehingga prinsip ini menjadi lekat
dengan namanya. Prinsip
Occam’s Razor
banyak
diterapkan hingga
sekarang, baik
dalam filsafat maupun ilmu pengetahuan.
Ockham
adalah bapak pemikiran Nominalisme, yang menjelaskan bahwa hanya
individu-lah
yang ada, dan esensi kenyataan adalah konsep dalam pikiran manusia
saat
menangkap persamaan dari hal-hal yang ada di dunia.
Konsep
Nominalisme merupakan contoh dari penggunaan Occam’s
Razor,
dimana mempercayai bahwa kenyataan berada di luar pemikiran manusia
berarti perlu menjelaskan kenyataan yang bersifat metafisis dan tidak
mampu dijangkau panca indera, sedangkan adanya individu dan pikiran
di dalamnya tidak perlu dipertanyakan keberadaannya.
Secara
teologis, Ockham beranggapan bahwa logika manusia tidak dapat
membuktikan keabadian jiwa atau keberadaan Tuhan, sehingga
kepercayaan pada Tuhan merupakan masalah keimanan, bukan pengetahuan.
Selain itu, dalam menjawab pertanyaan Plato mengenai hubungan
kebaikan dan kuasa Tuhan, Ockham beranggapan bahwa Tuhan adalah
standar kebenaran, dan suatu hal adalah baik jika Tuhan menganggap
hal itu baik.
Sumber:
Piesser,
James. 2008. “CHAPTER 5: MEDIEVAL PHILOSOPHY”. The
History of Philosophy: A Short Survey.
https://www.utm.edu/staff/jfieser/class/110/5-medieval.htm
Komentar
Posting Komentar